Kilasinformasi.com, 20 Maret 2025. – Tazbir Abdullah, seorang penyair dengan latar belakang keilmuan dalam bidang hukum tata negara, semakin dikenal karena peranannya dalam menggunakan puisi sebagai media untuk menyampaikan pesan sosial yang mendalam. Karya-karyanya tidak hanya mencerminkan pandangannya tentang kehidupan, tetapi juga menjadi alat mengkritik berbagai isu penting, seperti demokrasi, hak asasi manusia, dan pemerintahan yang bersih.
Menelusuri jejak perjalanan kreatifnya, Tazbir pertama kali menulis puisi berjudul Aku Terlanjur, yang kemudian disusul oleh karya-karya lainnya. Dalam beberapa kesempatan, puisinya bahkan mendapat perhatian dari para akademisi. Salah satunya, seorang profesor yang tertarik untuk mempublikasikan karya Tazbir di situs web akademik tertentu.
“Saat pandemi melanda, seorang teman yang juga seorang penyair meminta saya untuk membacakan puisinya sebagai bagian dari promosi. Dari sana, saya mulai lebih sering menulis dan membacakan puisi saya di berbagai acara,” kata Tazbir mengenang awal mula keterlibatannya lebih dalam dalam dunia sastra.
Kini, puisi-puisi Tazbir telah menjadi bagian tak terpisahkan dari berbagai acara budaya, termasuk pembukaan pameran seni, acara komunitas, dan kegiatan publik lainnya. Salah satu karya terbarunya, Negara dan Puasa, membahas tema yang sangat relevan: korupsi dalam konteks bulan suci Ramadhan. Dalam puisi ini, Tazbir menggambarkan ketimpangan antara ajaran agama yang menekankan pengendalian diri dengan praktik-praktik buruk seperti korupsi yang terjadi di masyarakat. Bagi Tazbir, bulan Ramadhan seharusnya menjadi momen untuk merefleksikan diri dan memperkuat komitmen melawan segala bentuk ketidakadilan.
Berikut adalah cuplikan dari Negara dan Puasa karya Tazbir Abdullah, puisi ini menggambarkan keresahan terhadap situasi sosial:
INDONESIA NEGARA BESAR
BESAR PULA MASALAHNYA
RAKYAT SEDANG GUSAR
KORUPSI DIMANA-MANA
KINI RAMADHAN PUN TIBA
BULAN KITA BERPUASA
SEMUA BERLOMBA-LOMBA
MEMENUHI PERINTAH YANG MAHA KUASA
Puisi ini tidak hanya menyentuh persoalan moral dalam konteks agama, tetapi juga menjadi kritik tajam terhadap praktik-praktik korupsi yang masih merajalela di tanah air, sebuah fenomena yang bertentangan dengan semangat puasa dimana seharusnya mendidik umat untuk lebih menahan diri, serta menjalani hidup dengan lebih baik dan lebih adil.
Aktivitas Tazbir dalam dunia sastra pun terus berlanjut. Dalam beberapa waktu terakhir, ia tampil di berbagai forum sastra dan budaya, membacakan puisinya di acara-acara bergengsi. Salah satunya adalah pameran anggrek yang baru saja diadakan, dan ia juga dijadwalkan untuk tampil kembali dalam sebuah pameran di Jalan Wonosari pada 10 April 2025. Kegiatan-kegiatan tersebut menjadi wadah bagi Tazbir untuk terus berbagi pandangan dan pesan sosial lewat karya-karyanya.
Bagi Tazbir, puisi lebih dari sekadar ekspresi artistik; ia melihatnya sebagai seruan moral yang mampu menggerakkan masyarakat untuk lebih peduli terhadap isu-isu yang ada.
“Bulan puasa adalah waktu yang tepat untuk introspeksi dan memperkuat komitmen melawan korupsi,” ungkap Tazbir dengan penuh keyakinan. Bagi penyair ini, puisi adalah sarana untuk memupuk kesadaran kolektif dan membangun masyarakat lebih adil.
Tazbir Abdullah berharap bahwa lewat karya-karyanya, ia dapat menginspirasi lebih banyak orang untuk berani berbicara dan terlibat dalam perubahan positif di masyarakat. Dengan terus menyuarakan pesan-pesan moral yang penting, ia berharap puisi dapat berfungsi sebagai cermin yang memantulkan berbagai masalah sosial umtuk segera bisa teratasi. (Ari Gan)
Katalis Info – AKtual,Informatif,Terpercaya Aktual,Informatif.Terpercaya