Dema UIN Banten menggelar seminar membedah KUHP terbaru 2023. Diskusi ini melibatkan narasumber M. Ishom el Saha dan Dedi Sunardi, mengungkap isu seputar restorative justice. Pelajari lebih lanjut tentang perubahan penting dalam hukum pidana Indonesia di artikel ini. foto : kemenag.go.id

Dema UIN Banten Bedah KUHP Baru, Inilah Pemikiran dan Proyeksi Hukum Pidana di Indonesia

Dema UIN Banten Bedah KUHP Baru, Inilah Pemikiran dan Proyeksi Hukum Pidana di Indonesia!

Kilasinformasi, 14 Februari 2025 – Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Maulana Hasanuddin Banten menggelar sebuah simposium penting untuk membedah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terbaru yang baru disahkan pada tahun 2023. Kegiatan ini diadakan di Serang, dengan menghadirkan dua narasumber yang berkompeten, yaitu M. Ishom el Saha, Dosen UIN Banten dan Dedi Sunardi, seorang pakar hukum yang berpengalaman. Simposium ini menjadi sarana bagi mahasiswa dan masyarakat untuk lebih memahami perubahan besar dalam sistem hukum Indonesia.

Menyambut KUHP Baru 2023: Sebuah Langkah Menuju Keadilan Restoratif

Dalam pemaparannya, M. Ishom el Saha, yang juga menjabat sebagai Wakil Dekan 1 Fakultas Syariah UIN Banten, mengungkapkan antusiasmenya terhadap lahirnya KUHP baru yang telah menggantikan KUHP warisan kolonial Hindia Belanda. “Sejak sebelum Indonesia merdeka, kita diatur dengan KUHP yang mengacu pada Wetboek van Strafrecht (WvS) yang diterapkan zaman penjajahan Belanda. Kini, kita sudah memiliki KUHP baru, yakni Nomor 1 Tahun 2023, yang diharapkan mampu mewujudkan restorative justice selain retributive justice,” ujar Ishom.

Baca Juga : Kemenag Siapkan Pedoman Siaran Keagamaan Jelang Ramadan 2025, Ini yang Harus Diketahui Media

Menurutnya, restorative justice atau keadilan restoratif adalah pendekatan yang lebih memfokuskan pada pemulihan hubungan antara pelaku, korban, dan masyarakat, bukan hanya sekadar memberi hukuman. Ini merupakan hal yang sangat diharapkan agar hukum pidana Indonesia lebih berfokus pada pemulihan sosial.

Pembahasan Restorative Justice dan Tantangan Implementasinya

Salah satu poin penting yang dibahas dalam seminar ini adalah peran lembaga penegak hukum dalam menerapkan prinsip keadilan restoratif dalam proses hukum pidana. M. Ishom menekankan pentingnya peran aktif lembaga kejaksaan dalam mengupayakan restorative justice. Ia menyebutkan bahwa UU Kejaksaan No. 11 Tahun 2021 memberikan kewenangan lebih bagi jaksa untuk mendorong penerapan keadilan restoratif, terutama dalam perkara pidana ringan yang sering mendapat perhatian publik. Isu-isu seperti pemidanaan tukang sayur keliling menjadi contoh konkret yang disorot dalam seminar ini.

Restorative justice yang diupayakan bukan sekadar retributive justice, yang hanya memberikan hukuman, tetapi lebih kepada pemulihan hubungan antara pelaku dan masyarakat,” tambah Ishom.

Pentingnya Pemahaman Terhadap Kenakalan dan Tindak Pidana Ringan

Selanjutnya, M. Ishom el Saha juga memaparkan pentingnya pemikiran tentang perbedaan antara kenakalan dan tindak pidana ringan. Di negara seperti Amerika, ia memberi contoh, pencurian karena keterdesakan ekonomi dengan nilai di bawah Rp4 juta dianggap sebagai kenakalan. Oleh karena itu, pemidanaan terhadap kasus-kasus seperti ini tidak harus melalui jalur retributive justice, tetapi bisa diselesaikan melalui pendekatan restorative justice yang lebih humanis.

Baca Juga : Kemenag Bangun Pesantren Percontohan Modern dengan Standar Internasional, Siap Cetak Pemimpin Masa Depan!

Usulan Pengangkatan Sarjana Hukum Syariah Menjadi Jaksa

Dalam seminar ini, Ishom juga memberikan gagasan yang cukup menarik, yaitu pengangkatan Sarjana Hukum (SH), khususnya lulusan Fakultas Syariah, untuk menjadi jaksa. Hal ini berhubungan dengan semangat baru dalam penerapan restorative justice, di mana jaksa diharapkan memiliki pemahaman yang lebih mendalam tentang aspek hukum syariah dan prinsip keadilan yang lebih luas.

“Dengan adanya kewenangan jaksa untuk mendorong restorative justice, saya usulkan agar Sarjana Hukum Syariah dapat diangkat menjadi jaksa, karena mereka memiliki pemahaman yang lebih baik mengenai prinsip-prinsip keadilan tersebut,” ujar Ishom.

Menuju Hukum yang Lebih Berkeadilan dan Berpihak pada Masyarakat

Acara yang dihadiri oleh banyak mahasiswa dan praktisi hukum ini tidak hanya memberikan wawasan lebih tentang perubahan KUHP di Indonesia, tetapi juga membuka diskusi tentang bagaimana keadilan dapat dijalankan dengan lebih baik dan berpihak pada pemulihan hubungan antar individu dan masyarakat. Perubahan dalam KUHP ini merupakan tonggak penting bagi dunia hukum Indonesia yang lebih modern dan manusiawi.

Simposium yang diadakan oleh Dema UIN Banten ini menjadi salah satu forum penting dalam memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang perubahan KUHP 2023 dan bagaimana dampaknya terhadap sistem hukum pidana Indonesia ke depan. Sebagai negara dengan penduduk yang mayoritas beragama Islam, perhatian terhadap penerapan prinsip-prinsip keadilan yang lebih restoratif akan menjadi bagian penting dari reformasi hukum di Indonesia.

Sumber : kemenag RI

About KatalisInfo

Check Also

Panen Jagung di Sleman, Wabup Danang Dorong Petani Kuasai Teknologi Pertanian Modern

Sleman, Katalisinfo – Suasana ladang jagung di Padukuhan Banyu Urip, Kalurahan Margoagung, Kapanewon Seyegan, tampak semarak …