Menag Nasaruddin Umar: Aceh Wakaf Summit Harus Hasilkan Rumusan Konkret Penguatan Ekosistem Wakaf

Jakarta, 11 November 2025, Katalisinfo — Aceh Wakaf Summit 2025 dijadwalkan berlangsung pada akhir November tahun ini. Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar berharap kegiatan tersebut dapat menghasilkan langkah nyata dalam penguatan ekosistem wakaf, baik di tingkat nasional maupun global.

Pernyataan ini disampaikan Menag saat menerima audiensi Tim Gubernur Aceh dan Rektor UIN Ar-Raniry di kantor pusat Kementerian Agama (Kemenag), Jakarta.

“Wakaf bukan hanya ibadah sosial, tetapi juga instrumen pemberdayaan ekonomi umat. Dengan wakaf, kita berbicara tentang keberlanjutan pembangunan ekonomi berbasis nilai keadilan dan kemaslahatan,” ujar Menag.

Menag menekankan agar Aceh Wakaf Summit menjadi forum strategis yang mempertemukan berbagai pihak — mulai dari pemerintah, ulama, lembaga wakaf, pelaku filantropi, hingga sektor usaha syariah — untuk merumuskan model wakaf produktif yang berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat.

“Kita ingin wakaf tidak berhenti pada tanah atau masjid saja, tapi berkembang menjadi wakaf produktif yang memberi manfaat ekonomi bagi umat,” tambahnya.

Selain membahas Aceh Wakaf Summit, pertemuan tersebut juga menyinggung rencana Provinsi Aceh menjadi tuan rumah Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) Nasional 2028. Menag menyambut positif gagasan itu dan menilai Aceh memiliki potensi besar untuk menjadi pusat penguatan nilai-nilai keislaman dan literasi Al-Qur’an di Indonesia.

“Aceh punya sejarah panjang dalam tradisi keagamaan dan literasi Al-Qur’an. Jika MTQN 2028 digelar di Aceh, ini bukan hanya kompetisi, tapi momentum kebangkitan spiritual dan kebudayaan Islam Nusantara,” jelasnya.

Menag juga menegaskan bahwa semangat keislaman masyarakat Aceh telah lama menjadi inspirasi bagi daerah lain. Karena itu, agenda berskala nasional dan internasional seperti MTQN dan Aceh Wakaf Summit dinilai akan memperkuat posisi Aceh sebagai etalase peradaban Islam Nusantara.

“Aceh bukan hanya Serambi Mekkah secara simbolik, tetapi juga substantif. Dari Aceh, kita bisa menyalakan kembali semangat keilmuan, kedermawanan, dan keberagamaan yang moderat,” pungkas Menag.

Sumber : Kemenag